Pembagian Harta Warisan Menurut Islam: Prinsip, Prosedur, dan Pedoman yang Perlu Anda Ketahui
Dalam Islam, pembagian harta warisan bukanlah sekadar tentang menyalurkan harta kepada ahli waris. Pengaplikasian nilai-nilai Islam dalam keluarga yang meliputi prinsip, prosedur, dan pedoman memiliki peranan yang fundamental dalam proses pembagian harta warisan.
Untuk memperdalam wawasan Anda dalam hal ini, Anda dapat membaca artikel "Manajemen Keuangan Rumah Tangga Menurut Islam" dari Prudential Syariah.
Selain pemahaman akan bagaimana harta warisan dilakukan, kecakapan dalam manajemen keuangan rumah tangga syariah juga tak kalah penting.
Insyaallah, dengan membaca artikel tersebut, wawasan Anda mengenai pengelolaan keuangan keluarga syariah akan menjadi semakin luas.
Sekarang, mari mulai pembahasan mengenai pembagian harta warisan menurut Islam. Pelajari selengkapnya di bawah ini!
Prinsip Dasar Pembagian Harta Warisan Menurut Islam
Pembagian harta warisan menurut Islam menekankan prinsip-prinsip syariah untuk membentuk kerangka kerja yang jelas dalam penyaluran harta warisan agar sesuai dengan nilai-nilai Islam.
1. Rukun Pembagian Harta Warisan
Rukun pembagian harta warisan merupakan tahapan awal dan memiliki penting dalam proses pembagian harta warisan menurut Islam. Proses ini melibatkan tiga komponen utama, yaitu:
a. Muwaris
Muwaris adalah orang yang akan mewariskan hartanya. Untuk dapat memulai proses pembagian warisan, pewaris harus dinyatakan telah meninggal dunia secara pasti.
b. Ahli Waris
Ahli waris adalah individu atau kelompok orang yang berhak mewarisi harta pewaris. Mereka harus dalam keadaan hidup ketika pewaris meninggal, bahkan jika masa hidup mereka hanya sebentar.
Ahli waris dapat ditentukan berdasarkan nasab atau hubungan darah, pernikahan, dan dalam konteks sejarah, wala' (memerdekakan budak). Namun, perlu diingat bahwa prinsip wala' dalam konteks modern telah dihapuskan.
c. Harta Warisan
Rukun ketiga adalah harta warisan itu sendiri. Hal ini mencakup aset dan properti yang ditinggalkan oleh pewaris setelah kematiannya. Penting untuk memastikan bahwa ada harta yang dapat diwariskan setelah kematiannya.
2. Syarat Waris dalam Pembagian Harta Warisan
Dalam Islam, pembagian harta warisan perlu untuk mematuhi serangkaian syarat hukum yang wajib dipahami secara cermat.
Syarat-syarat tersebut mencakup:
a. Wafatnya Pemilik Harta
Warisan hanya diberikan setelah pemilik harta wafat. Hukum waris Islam berlaku saat pemilik harta meninggal dunia; mengimplikasikan bahwa pembagian harta warisan hanya dimulai setelah proses kematian.
b. Muslim
Penerima waris haruslah seorang Muslim..
Dilansir dari Jurnal hukum online, hal tersebut mengacu pada konsep maqashid al-syariah dalam hukum waris Islam yang tidak mengenal adanya pewaris kepada orang yang berbeda agama. Namun, terdapat pengecualian untuk anak kandung yang beragama non-muslim. Mereka masih berhak menjadi ahli waris melalui wasiat wajibah. Konsep tersebut menekankan pada aspek pemeliharaan harta dan keturunan yang mencerminkan prinsip-prinsip dari agama Islam itu sendiri.
c. Adanya Hubungan Darah
Penerima waris harus memiliki hubungan darah langsung dengan almarhum. Hubungan ini mencakup anggota keluarga seperti anak-anak, cucu, orang tua, dan saudara kandung. Hubungan darah menjadi faktor penentu dalam menentukan siapa yang berhak menerima bagian warisan.
d. Adil Terhadap Pemilik Harta
Warisan tidak boleh diberikan kepada penerima yang telah melakukan kejahatan terhadap almarhum. Jika seseorang terbukti bersalah atas kematian almarhum, mereka biasanya dilarang menerima bagian dari harta warisan. Hal ini adalah aspek penting dalam menjaga keadilan dalam proses pembagian warisan.
e. Mengetahui Wafatnya Almarhum
Penerima waris harus memiliki pengetahuan akan wafatnya almarhum. Mereka tidak dapat menerima warisan jika tidak mengetahui berita tentang kematian almarhum. Hal ini untuk memastikan bahwa proses pembagian warisan dilakukan secara transparan dan adil.
f. Termasuk Prioritas Penerima Waris (Asabah)
Penerima waris utama, yang juga dikenal sebagai asabah, memiliki prioritas dalam menerima bagian warisan. Asabah mencakup anak-anak, orang tua, suami/istri, dan cucu. Namun, tidak semua anggota asabah menerima bagian yang sama; bagian mereka ditentukan oleh tingkat hubungan darah.
g. Mengetahui Ketentuan Bagi Laki-laki dan Perempuan
Hukum waris Islam memberikan bagian yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Anak perempuan biasanya menerima setengah dari bagian yang diterima oleh anak laki-laki. Namun, prinsip ini dapat bervariasi berdasarkan situasi dan mazhab. Prinsip ini mencerminkan bagaimana hukum Islam mengatur pembagian warisan antarjenis kelamin.
h. Persetujuan Terhadap Wasiat
Apabila ada wasiat, maka diperlukan adanaya kesepakatan antar ahli waris untuk melaksanakan wasiat tersebut. Wasiat biasanya terbatas hingga sepertiga dari harta peninggalan. Hal ini memastikan bahwa wasiat tidak mengganggu hak penerima waris yang lain.
Prosedur Pembagian Harta Warisan Menurut Islam
Hukum pembagian warisan dalam Islam diatur dengan jelas dalam Al-Qur’an, terutama dalam surah An-Nisa. Proses pembagian ini melibatkan sejumlah persentase yang telah ditentukan
dan pengelompokan penerima warisan menjadi beberapa kategori:
1. Setengah Bagian
Menurut Imam Muhammad bin Ali Ar-Rahabi, ada lima orang yang berhak menerima setengah bagian harta warisan. Mereka adalah suami, anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudara perempuan sekandung, dan saudara perempuan satu ayah.
2. Seperempat Bagian
Jika seorang istri meninggal dunia, suaminya berhak untuk mendapatkan seperempat bagian dari harta peninggalan istri dengan syarat bila sang istri tidak mempunyai anak atau cucu laki-laki dari keturunan anak laki-lakinya dan anak atau cucu dari darah dagingnya ataupun berasal dari suami sebelumnya.
Begitu juga sebaliknya, jika seorang suami meninggal dunia, istrinyaberhak menerima seperempat warisan apabila suami tidak mempunyai anak/cucu, baik anak tersebut lahir dari rahimnya sendiri atau dari rahim istri lainnya.
3. Seperdelapan Bagian
Istri akan mendapatkan seperdelapan warisan jika suami meninggal dan memiliki anak atau cucu, baik anak tersebut lahir dari rahimnya sendiri atau dari rahim istri yang lainnya.
4. Dua Pertiga Bagian
Ahli waris yang berhak mendapat dua pertiga bagian dari harta peninggalan pewaris perempuan adalah dua orang anak perempuan (kandung) atau lebih dan tidak mempunyai saudara laki-laki.Dua saudara kandung perempuan atau lebih juga berhak mendapatkan dua pertiga jika mereka tidak memiliki ayah atau kakek, dan dua saudara kandung perempuan yang juga tidak memiliki saudara laki-laki atau anak perempuan dari keturunan anak laki-laki.
5. Sepertiga Bagian
Sebagai ahli waris, seorang Ibu berhak untuk mendapatkan sepertiga warisan apabila tidak memiliki anak atau cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki dan pewaris tidak memiliki dua orang saudara atau lebih.
Dua saudara (laki-laki atau perempuan) yang seibu juga berhak mendapatkan sepertiga, dengan syarat pewaris tidak memiliki anak (baik laki-laki ataupun perempuan), tidak memiliki ayah, dan jumlah saudara yang seibu itu dua orang atau lebih.
6. Seperenam Bagian
Penerima waris yang berhak memperoleh seperenam warisan adalah dalam situasi-situasi tertentu, seperti jika ibu meninggal, ayah menjadi penerima warisan dari ibu. Ahli waris kakek juga berhak mendapat seperenam jika pewaris meninggalkan anak, cucu, dan tidak meninggalkan bapak.
Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pembagian Harta Warisan Menurut Islam
Pembagian harta warisan menurut Islam adalah proses yang melibatkan banyak aspek penting untuk dipahami dengan baik agar dapat menjalankan pembagian harta warisan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Hal-hal tersebut mencakup:
1. Pentingnya Membuat Wasiat dalam Pembagian Harta Warisan
Wasiat adalah pernyataan tertulis atau lisan yang diinginkan oleh pewaris mengenai bagaimana harta warisan akan dibagi setelah kematiannya. Hal ini adalah hak hukum yang diberikan kepada individu untuk mengatur pembagian harta sesuai dengan keinginannya, selama tidak melebihi sepertiga dari harta peninggalan.
Pentingnya membuat wasiat adalah untuk memastikan bahwa keinginan pewaris dihormati dan dipenuhi. Namun, wasiat ini harus dilakukan dengan bijak dan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
2. Peran Ahli Waris dalam Pembagian Harta Warisan
Ahli waris memiliki peran kunci dalam proses pembagian harta warisan. Mereka harus terlibat dalam proses ini dengan jujur dan adil. Mereka harus memahami hak dan tanggung jawab mereka sebagai penerima warisan, serta memahami prinsip-prinsip Islam yang mengatur pembagian harta.
Peran ahli waris melibatkan penilaian yang adil terhadap pembagian harta, serta kerja sama dengan pihak lain yang terlibat. Mereka juga memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa pembagian harta dilakukan sesuai dengan hukum Islam.
3. Pengelolaan Harta Warisan yang Baik dan Benar
Setelah pembagian harta warisan, penting untuk memahami bagaimana cara untuk mengelola harta tersebut dengan baik dan benar. Hal ini mencakup pemahaman tentang pengelolaan aset, investasi, dan penggunaan harta warisan untuk memenuhi kebutuhan dan tanggung jawab keluarga. Pengelolaan harta warisan harus dilakukan dengan bijak dan berlandaskan prinsip-prinsip Islam yang mengatur zakat, sedekah, dan pengelolaan kekayaan.
4. Konsekuensi Hukum Jika Tidak Mengikuti Prinsip dan Panduan dalam Pembagian Harta Warisan Menurut Islam
Melanggar prinsip dan panduan dalam pembagian harta warisan menurut Islam dapat memiliki konsekuensi hukum. Pelanggaran ini mencakup sengketa dalam keluarga, ketidakadilan terhadap ahli waris yang sah, dan bahkan proses hukum. Oleh karena itu, penting untuk memahami dan mengikuti prinsip-prinsip Islam dalam pembagian harta warisan untuk menghindari masalah hukum dan konflik dalam keluarga.
Pedoman Pembagian Harta Warisan Menurut Islam
Pembagian harta warisan menurut Islam adalah suatu proses yang memerlukan pedoman yang ketat dan berlandaskan prinsip-prinsip agama. Berikut ini adalah beberapa pedoman penting dalam pembagian harta warisan menurut Islam.
1. Adil dalam Pembagian Warisan
Keadilan adalah prinsip utama dalam pembagian harta warisan menurut Islam. Dalam konteks ini, “Adil” berarti memastikan bahwa setiap ahli waris menerima bagian yang sesuai dengan haknya dan tidak lebih. Ini juga mencakup memperlakukan semua ahli waris dengan seimbang, tanpa memihak atau menguntungkan pihak tertentu.
Penting untuk memahami bahwa adil dalam pembagian harta warisan adalah kewajiban agama, dan pelanggarannya dapat memiliki konsekuensi hukum dalam Islam. Oleh karena itu, proses pembagian harus dilakukan dengan bijak dan adil, dengan mempertimbangkan hak-hak masing-masing ahli waris.
2. Menghindari Sengketa Warisan
Menghindari sengketa warisan adalah tujuan utama dalam pembagian harta warisan. Sengketa warisan dapat merusak hubungan keluarga dan menimbulkan konflik yang tidak diinginkan. Untuk mencegahnya, diperlukan komunikasi yang baik dan transparansi dalam proses pembagian harta warisan.
Semua ahli waris harus terlibat dalam proses ini, dan jika terdapat wasiat, persetujuan semua pihak yang terlibat harus dicari. Jika ada ketidakpuasan atau perselisihan, sebaiknya diselesaikan melalui mediasi atau konsultasi dengan ahli hukum Islam yang kompeten, daripada berakhir dalam sengketa hukum.
3. Menghormati Kehendak Pewaris
Menghormati kehendak pewaris adalah tindakan yang sangat penting dalam pembagian harta warisan. Kehendak pewaris, yang mungkin diekspresikan melalui wasiat, harus dihormati selama proses pembagian. Namun, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, wasiat tidak boleh melebihi sepertiga dari harta peninggalan.
Menghormati kehendak pewaris berarti menjaga nilai-nilai dan etika Islam dalam proses ini. Sehingga penting untuk memastikan bahwa kehendak pewaris dihormati sesuai dengan hukum Islam.
Dalam menjalankan prinsip-prinsip pembagiah harta warisan secara syariah, kita juga perlu untuk memiliki kesadaran mengenai pentingnya mempersiapkan dan mengelola keuangan. Dalam mempersiapkan warisan terbaik bagi keluarga tercinta, PRUAnugerah Syariah hadir sebagai solusi bagi kita untuk memulainya sejak usia produktif.
Dengan PRUAnugerah Syariah, Anda akan mendapatkan Manfaat Dana Usia Mapan yang diproyeksikan hingga 100% dari total kontribusi yang akan dibayarkan sekaligus dan Santunan Asuransi hingga 150% sejak awal kepesertaan, memberikan perlindungan finansial yang kuat untuk keluarga. Dana ini memungkinkan Anda untuk memenuhi kebutuhan keluarga, menyiapkan masa pensiun dengan nyaman, dan membantu mewujudkan gaya hidup yang diidamkan.
Dengan PRUAnugerah Syariah, Anda akan mendapatkan Santunan Asuransi hingga 150% sejak awal kepesertaan, serta memperoleh perlindungan finansial bagi keluarga hingga usia 120 tahun. Selain itu, Anda juga akan mendapatkan Manfaat Dana Usia Mapan yang diproyeksikan hingga 100% dari total kontribusi yang akan dibayarkan sekaligus ketika peserta asuransi masih hidup. Dana tersebut akan memungkinkan Anda untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan menyiapkan masa pensiun dengan nyaman.
Jadi, jangan ragu untuk menjadikan PRUAnugerah Syariah sebagai bagian dari persiapan warisan Anda. Dapatkan perlindungan dan manfaat finansial sehingga keluarga tercinta dapat melangkah dengan percaya diri ke masa depan yang lebih cerah. Dapatkan informasi lebih lanjut dan konsultasi gratis seputar persiapan warisan atau kunjungi laman Instagram kami di @prudentialsyariahindonesia.