Mengenal Wakaf: Dasar Hukum, Jenis dan Rukunnya
Wakaf adalah sebuah konsep filantropi yang memiliki akar sejarah yang panjang dalam budaya Islam. Konsep ini mengacu pada perbuatan menyisihkan sebagian harta untuk didonasikan dan diniatkan untuk amal atau kepentingan umum. Dalam Islam, wakaf dianggap sebagai sebuah amal jariyah (amal yang terus memberikan manfaat) karena pahalanya akan terus mengalir kepada pemiliknya selamanya, baik di dunia maupun di akhirat.
Untuk lebih memahami esensi dari wakaf dalam konteks asuransi jiwa Syariah, Anda dapat membaca artikel “Pahami Cara Kerja Program Wakaf dalam Asuransi Jiwa Syariah'' dari Prudential Syariah terlebih dahulu. Lalu, dalam artikel ini, Anda akan mempelajari pengertian wakaf, dasar hukumnya dalam Islam, berbagai jenis wakaf, serta rukun-rukunnya. Mari simak selengkapnya di bawah ini!
Pengertian Wakaf
Wakaf merupakan suatu perbuatan untuk menyisihkan sebagian harta milik individu atau kelompok untuk digunakan demi kemaslahatan umum, seperti mendirikan masjid, sekolah, rumah sakit, atau sumbangan kepada fakir miskin. Tujuan dari wakaf adalah selain mendapatkan rida Allah Swt, juga memberikan manfaat kepada orang lain. Pahala dari amal wakaf akan terus mengalir kepada pemberi wakaf bahkan setelah mereka meninggal dunia, selama apa yang diwakafkannya masih ada dan berguna untuk orang lain.
Dasar Hukum Wakaf dalam Islam
Wakaf dalam Islam didasari oleh beberapa sumber hukum sebagai berikut:
1. Al-Qur'an
Dalam Al-Qur'an, meskipun tidak secara khusus menyebutkan wakaf, terdapat ayat-ayat yang mendorong umat Muslim untuk beramal kebajikan, termasuk berinfak fi sabilillah, yang termasuk dalam konsep wakaf. Beberapa ayat tersebut adalah:
-
Surah Al-Baqarah: 267
"Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya, Maha Terpuji."
-
Surah Al-Baqarah: 261
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui."
-
Surah Ali Imran: 92
"Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maha Mengetahui."
Meskipun tidak secara spesifik menyebutkan wakaf, ayat-ayat tersebut memberikan anjuran untuk berinfak dan menyisihkan harta untuk kebaikan, yang sejalan dengan tujuan dari wakaf.
2. Hadis
Dalam hadis, terdapat kisah Umar bin Khattab yang menjadi salah satu dalil yang mendorong praktik wakaf.
“Dari Ibnu Umar ra, bahwa Umar bin Khattab mendapatkan bagian tanah di Khaibar, kemudian ia menemui Nabi Muhammad saw. untuk meminta saran. Umar berkata: ‘Wahai Rasulullah saw., aku mendapatkan kekayaan berupa tanah yang sangat bagus, yang belum pernah kudapatkan sebelumnya. Apa yang akan engkau sarankan kepadaku dengan kekayaan tersebut?’ Rasulullah bersabda: “Jika engkau mau, kau bisa mewakafkan pokoknya dan bersedekah dengannya.” (HR. Bukhari)
Selain itu, dalam hadis lain disebutkan bahwa amal perbuatan seseorang akan terputus setelah meninggal, kecuali tiga hal, dan salah satunya adalah wakaf.
“Apabila seseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga perkara, yaitu sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakan.” (HR. Muslim)
Hadis-hadis di atas menunjukkan pentingnya wakaf sebagai amal yang terus memberikan manfaat bahkan setelah kematian.
3. Ijma' Ulama
Ijma’ Ulama adalah kesepakatan ulama dalam mengambil keputusan hukum Islam. Para ulama dalam mazhab-mazhab Islam secara keseluruhan menyepakati bahwa wakaf merupakan salah satu amal jariyah yang dianjurkan dalam ajaran Islam.
Tidak ada perbedaan pendapat di antara mereka mengenai pentingnya dan sahnya praktik wakaf. Amalan ini didukung oleh dalil-dalil yang telah disebutkan sebelumnya, serta telah dijalankan oleh para nabi dan sahabat sejak zaman dahulu.
Jenis-Jenis Wakaf
Terdapat beberapa jenis wakaf yang umum ditemui dalam praktik filantropi Islam.
1. Wakaf Uang
Wakaf uang adalah jenis wakaf yang dilakukan dengan menyisihkan sejumlah uang untuk didonasikan demi kepentingan umum. Dana wakaf uang ini dapat digunakan untuk berbagai macam proyek, seperti pembangunan masjid, sekolah, atau sumbangan kemanusiaan.
2. Wakaf Tanah
Wakaf tanah melibatkan pemberian sebidang tanah untuk digunakan selamanya demi kepentingan umum, seperti untuk membangun fasilitas publik atau tempat ibadah. Penerima manfaat wakaf tanah biasanya adalah masyarakat secara keseluruhan.
3. Wakaf Bangunan
Wakaf bangunan mencakup menyumbangkan sebuah bangunan yang sudah ada untuk tujuan filantropi. Sebagai contoh, seseorang bisa mewakafkan sebuah rumah atau bangunan komersial untuk dijadikan panti asuhan atau lembaga amal lainnya.
Rukun Wakaf
Rukun wakaf merupakan syarat-syarat penting yang harus dipenuhi agar wakaf tersebut sah sesuai syariat Islam. Berikut ini adalah tiga rukun wakaf yang harus diperhatikan.
1. Niat yang Ikhlas
Setiap wakaf harus didasari oleh niat yang tulus dan ikhlas semata-mata karena Allah Swt. Niat yang ikhlas akan menjadikan wakaf tersebut sebagai ibadah yang bernilai di sisi Allah Swt. Ketulusan niat untuk berwakaf akan membuat pahala dari wakaf tersebut terus mengalir kepada pemberi wakaf, bahkan setelah meninggal dunia.
2. Objek Wakaf yang Jelas
Pihak yang mewakafkan harus dengan jelas menetapkan dan mengidentifikasi aset atau benda yang diwakafkan. Objek wakaf bisa berupa tanah, bangunan, uang, barang bergerak, atau bentuk lainnya yang dapat memberikan manfaat bagi umat dan masyarakat.
3. Penyerahan Wakaf dalam Asuransi Syariah
Wakaf yang telah diniatkan harus diserahkan secara resmi dan sah kepada penerima wakaf atau lembaga yang berwenang mengelolanya. Dalam konteks asuransi Syariah, penyerahan wakaf ini dapat diwakilkan melalui akad asuransi yang sah dan sesuai dengan ketentuan Syariah.
Peran Wakaf dalam Asuransi Syariah
Asuransi jiwa Syariah telah memberikan perlindungan finansial bagi pesertanya dengan mengikuti prinsip-prinsip Syariah Islam. Namun, peran wakaf dalam asuransi jiwa Syariah makin memperluas manfaatnya.
Berdasarkan Fatwa MUI Nomor 106/DSN-MUI/X/2016 tentang Wakaf Manfaat Asuransi dan Manfaat Investasi pada Asuransi Jiwa Syariah, wakaf dapat dilakukan melalui dua cara:
1. Dengan Manfaat Asuransi
Pada cara ini, sejumlah dana yang bersumber dari dana tabarru’ diserahkan kepada pihak yang mengalami risiko atau pihak yang ditunjuk untuk menerimanya sebagai manfaat asuransi. Selain memberikan perlindungan finansial bagi penerima manfaat asuransi, wakaf juga dapat dilakukan dalam proses ini.
Pihak yang menerima manfaat asuransi wajib menyatakan janji bersifat mengikat (wa'd mulzim) untuk mewakafkan sebagian manfaat asuransi tersebut. Fatwa MUI menetapkan batas maksimal wakaf pada manfaat asuransi sebesar 45% dari total manfaat asuransi yang diterima.
2. Dengan Manfaat Investasi
Pada cara ini, dana yang diberikan kepada peserta yang diasuransikan berasal dari hasil investasi yang dilakukan beserta keuntungannya. Di sini juga terdapat peluang untuk mewakafkan sebagian manfaat investasi.
Peserta yang diasuransikan dapat mewakafkan maksimal sepertiga (1/3) dari total kekayaan dan/atau tirkah (dana yang berasal dari investasi) yang dimilikinya, kecuali ada kesepakatan lain yang disetujui oleh semua ahli waris.
Dengan adanya peran wakaf dalam asuransi jiwa Syariah, para peserta dapat memanfaatkan asuransi sebagai sarana beramal dan berinfak untuk kepentingan umum. Penerapan wakaf dalam asuransi jiwa Syariah juga mencerminkan kesadaran akan tanggung jawab sosial dan kepedulian terhadap masyarakat yang membutuhkan.
Dengan cara ini, asuransi jiwa Syariah menjadi sarana yang holistik, tidak hanya memberikan perlindungan finansial, tetapi juga berkontribusi dalam menciptakan kesejahteraan sosial yang lebih luas. Untuk itu, jika Anda tertarik untuk memiliki asuransi jiwa Syariah yang dapat diikuti dengan program wakaf, jangan ragu untuk menggunakan PRUCinta dari Prudential Syariah.
PRUCinta memiliki masa kepesertaan selama 20 (dua puluh) tahun dan menyediakan perlindungan kematian karena sebab apa pun baik itu kecelakaan maupun bukan. Anda juga akan mendapatkan pembayaran Manfaat Jatuh Tempo dari hasil maksimalisasi perolehan bagi hasil yang dapat mencapai 100% Kontribusi yang dibayarkan. Hubungi kami untuk mendapatkan informasi lebih lanjut!